Istri yang Sempurna
Namanya Zayn Abdul Malik Marwan. Laki-laki usia sembilan belas tahun. Lulusan SMK swasta di kampungnya, Cipaganti Wetan.
Sejak selesai sekolah dua tahun lalu, Zayn bekerja sebagai penjaga toko di Bandung. Kini dia ngontrak kamar 2x3 meter berjarak lima belas menit bersepeda menuju Grage Mal tempatnya bekerja.
Tubuhnya yang jangkung itu dulunya kurus kering, sekarang dari hari ke hari semakin berisi dan sehat karena aktivitas fisik bersepeda setiap hari. Limabelas menit saat berangkat, dan bisa satu jam saat pulang kerja karena dia sengaja mencari jalan memutar sambil berolahraga.
Meskipun belakangan ini frame sepedanya mulai terasa kurang nyaman, Zayn masih rajin bersepeda walau dengan hati galau -- bukan galau karena sepedanya, tetapi karena sebab lain.
Teman-teman sekolah Zayn satu persatu menikah. Ada yang menikah dengan teman kerja di kota, dengan teman di kampung, dengan saudara jauh, dan bahkan dengan sesama alumni SMK di kampungnya.
Bukan iri hati yang membuat Zayn galau, tetapi tawaran dari Ibu Kost yang telah 2 tahun ditempatinya yang membuatnya gamang.
Ibu Kost yang sudah sepuh itu menawarkan kepada Zayn untuk menikahi putrinya. Dikatakannya putrinya tertarik pada Zayn karena kebiasaan Zayn yang setiap sore mengajar mengaji dan bercerita tentang kisah para nabi kepada anak-anak kecil yang tinggal di sekitar tempat kost. Sebuah kebiasaan lama dirinya selama di kampung yang dibawanya ke kota.
Sebenarnya Rinandita Tribuana, nama putri Ibu Kost itu bukanlah perempuan yang tidak menarik. Tubuhnya mungil, ramping, berkulit gelap, berwajah bersih, garis hidung yang bangir, bermata belo, dan memiliki keceriaan khas ala kanak-kanak.
Sebenarnya Rinandita Tribuana, nama putri Ibu Kost itu bukanlah perempuan yang tidak menarik. Tubuhnya mungil, ramping, berkulit gelap, berwajah bersih, garis hidung yang bangir, bermata belo, dan memiliki keceriaan khas ala kanak-kanak.
Banyak orang mengira dia masih SMA. Padahal Rinandita telah lulus kuliah tujuh tahun lalu dan kini bekerja di sebuah perusahaan akuntan publik sambil mengurusi beberapa rumah kost milik ibunya, plus sebuah biro iklan merangkap event organizer yang didirikan bareng teman-temannya.
Pilihan sempurna buat Zayn seandainya saja Rinandita adalah gadis single. Rinandita adalah janda dengan dua anak. Suaminya meninggal empat tahun lalu karena sakit.
Zayn galau. Otaknya pusing menimbang-nimbang apakah Rinandita adalah pilihan yang tepat. Diakah "the one" itu?. Impiannya beradu dengan realita. Ibu Kost memberinya waktu seminggu untuk berpikir.
Berbagai sudut pertimbangan yang dibuat Zayn menyimpulkan Rinandita tetap saja pilihan yang sempurna. Bahkan terlalu sempurna untuk Zayn, walaupun dia sudah beranak dua. Seandainya Zayn menolak pinangan Rinandita, kemudian dia mencari seorang gadis untuk dinikahi, rasanya hidupnya akan begini-begini saja.
Dirinya masih akan menjadi penjaga toko, dan mengontrak di kamar sempit berdua dengan istrinya. Tak banyak yang dapat dia lakukan untuk orang banyak. Dia akan sibuk dengan kegiatan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Berbeda bila dirinya menikah dengan Rinandita. Zayn membayangkan bakatnya dalam dunia kreatif seperti membuat acara-acara amal atau merancang promosi sebuah produk akan tersalurkan lewat event organizer milik Rinandita.
Berbeda bila dirinya menikah dengan Rinandita. Zayn membayangkan bakatnya dalam dunia kreatif seperti membuat acara-acara amal atau merancang promosi sebuah produk akan tersalurkan lewat event organizer milik Rinandita.
Berdasar pengalamannya sukses mengelola berbagai acara saat masih sekolah, Zayn yakin bisa membesarkan event organizer milik Rinandita. Itu baru satu contoh kecil.
Belum lagi keinginannya menjadikan tempat kostnya menjadi tempat mengaji anak-anak sekitar yang selama ini banyak menghabiskan waktu dengan bermain games atau duduk-duduk di jalan-jalan sempit di dalam kampung.
Menjadikan jalan-jalan di kampung sunyi sehabis maghrib dan yang terdengar hanyalah suara anak-anak mengaji adalah impiannya yang lain.
Rinandita adalah seorang yang tutur katanya tertata rapi, penampilannya rapi, semua yang ada di rumahnya rapi -- bahkan susunan segala buku di lemari rumahnya juga berurutan rapi sesuai jilidnya.
Penempatan jam beker, vas bunga, tempat bolpen, dan segala sesuatu di rumahnya memiliki posisi tertentu.
Anak-anaknya yang berusia enam dan delapan tahun pun setiap sore teratur belajar mengaji, dilanjutkan membaca ulang pelajaran sekolah selama dua jam.
Sehabis Subuh suara mereka yang nyaring selalu terdengar sedang membaca ayat-ayat Al Quran. Sesuatu yang membuat Zayn terpesona. Dia membayangkan betapa bahagianya dirinya menjadi bagian dari sebuah keluarga yang tertata rapi seperti itu.
Setelah lama menimbang-nimbang dan menelisik penyebab keberatannya -- akhirnya Zayn mengambil kesimpulan, satu-satunya hal yang membuat dirinya keberatan adalah status Rinandita yang janda dua anak. Itu-pun sebenarnya bagi dirinya sendiri bukan sebuah masalah besar.
Seseuatu yang dikhawatirkan Zayn adalah komentar teman-temannya. Dia khawatir dianggap kurang berselera atau hanya mengejar harta. Namun Zayn akhirnya memutuskan mengabaikan kekhawatiran itu.
Zayn tidak ingin hidupnya dikendalikan oleh opini orang tentang dirinya. Selama dia merasa tentram dan penuh semangat jika bersanding dengan Rianandita -- apalagi yang perlu dikhawatirkan?. Malam itu juga Zayn Abdul Malik Marwan menerima lamaran Rinandita Tribuana
0 komentar:
Posting Komentar